Selain dikenal sebagai penghasil rokok terbesar di Indonesia, Kota Kediri juga dikenal sebagai Kota Tahu. Tahu Kediri memiliki ciri dan cita rasa tersendiri. Ada yang berwarna putih, namun yang lebih dikenal sebagai tahu kediri adalah yang berwarna kuning sehingga sering juga disebut sebagai Tahu Kuning Kediri.
Sebenarnya Tahu itu apa? Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasi dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari Cina, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) (Hanzi: 豆腐, hanyu pinyin: doufu) yang secara harfiah berarti “kedelai yang difermentasi”. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An (Hanzi: 劉安) yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han.
Takwa juga berarti tahu. Versi lain, kata tahu berasal dari bahasa Cina: tao-hu, teu-hu, atau tokwa. Tao atau teu berarti kacang (kedelai). Hu dan kwa berarti lumat. Sejarah tahu Kediri tak lepas dari sejarah migrasi warga Tiongkok ke Indonesia pada tahun 1900 silam. Dari ribuan imigran yang datang ke Indonesia, beberapa diantaranya ke Kediri. Saat itu belum terjadi pemisahan kota dan kabupaten. 3 pendatang Tiongkok diantaranya dikenal sebagai pelopor pembuatan tahu, yaitu Lauw Soe Hoek yang lebih dikenal dengan Bah Kacung, Liem Ga Moy, dan Kau Loung. Hingga saat ini generasi penerus masih mempertahankan usaha yang dirintis oleh leluhurnya, kecuali Kaou Loung.
Dipilihnya Kediri sebagai lokasi tempat usaha pembuatan tahu, faktor utamanya adalah karakteristik air di lokasi rantau memiliki kesamaan dengan air di Tiongkok. Liem Djang Yen (Bambang Suyendro) penerus bisnis dan putra Liem Ga Moy mengungkapkan, “Proses pembuatan tahu ini tidak segampang membalikkan telapak tangan. Jenis air sangat berpengaruh terhadap hasil akhir.”
Lauw Soe Hoek atau hingga kini lebih dikenal sebagai Bah Kacung mulai merintis usaha tahu sejak 1912. Saat ini usahanya telah diteruskan oleh cucunya Herman Budiono setelah putranya Yosef Seger Budisantoso (Lauw Sing Hian) meninggal bulan Mei 2008 lalu. Sedangkan Liem ga Moy mengawali usahanya tahun 1948. “Ayah saya mulai membuat tahu ini pada tahun 1948 di Pesantren (Kecamatan Pesantren), setelah hampir 20 tahun bermukim di Tawang, Wates. Kisaran tahun 1950 usaha ayah saya semakin maju, tapi tetap belum bermerek,” ungkap Liem Djang Yen menjelaskan. Kualitas yang terjaga tetap apik menjadikan tahu produksi Bah Kacung, Liem Ga Moy, dan Kaou Loung semakin terkenal. Kondisi ini menjadikan karya mereka semakin dikenal dan turut mengangkat nama Kota Kediri hingga berujung pada disematkannya sebutan KOTA TAHU.
Salah satu cara untuk menjaga citra rasa tahu Bah Kacung adalah dengan mempertahankan cara tradisional dalam membuat tahu Bah Kacung. Peralatannya masih dibuat dari kayu dan batu, serta dikerjakan secara manual dengan tenaga manusia. Bahkan, masih tetap menggunakan kayu. “Dengan menggunakan gilingan ini rasa tahu lebih gurih karena bubur kedelai tidak lumat terlalu halus seperti hasil jika digiling dengan mesin. Bahkan ampas tahunya masih terasa gurih.” jelas Herman Budiono. Tak heran jika kapasitas produksi Bah Kacung pun terbatas. Malah, sampai sekarang mereka tidak membuka cabang atau menitipkan tahunya ke agen manapun.
Saat ini, pengusaha tahu Kediri lain sudah berproduksi dengan peralatan dan kemasan moderen berbahan pengawet, sehingga bisa mengirim tahu ke luar Kediri. Hingga saat ini sedikitnya 20 merek tahu kuning ada di Kota Kediri, yang keseluruhannya dikelola dan dijalankan oleh WNI keturunan Tionghoa. Mereka mengaku merupakan anak keturunan 3 tokoh pencetus industri tahu di Kota Kediri.
0 komentar:
Posting Komentar